Páginas

Minggu, 09 Februari 2014

Sejarah Perkembangan Teori Tektonik

1. Sir Francis Bacon (1620)
Pada tahun 1620 francis bacon membuat peta dunia dan menemukan dan menekankan bahwa benua-benua yang dipisahkan oleh samudra atlantik memiliki kemiripan, kemiripan itu diduga akibat benua afrika yang berada di sebelah timur atlantik dan benua amerika yang ada di sebelah barat atlantik saling memisahkan diri.


2. Francois Placet (1668)

Francois Placet menolak teori yang dicetuskan oleh Francis Bacon dan menyebutkan bahwa samudra atlantik terbentuk dikarenakan oleh adanya banjir besar pada zaman Nabi Nuh. 

3. Para Ahli Geologi beraliran Fixist (1800)

Para ahli geologi pada zaman ini menyatakan bahwa cekungan samudra dan benua-benua tidak mengalami perpindahan sama sekali, dan sudah terjadi/terbentuk sejak bumi itu sendiri terbentuk.  Perbedaan bentuk pada permukaan bumi ini diakibatkan oleh proses pendinginan bumi dalam fase pembentukan diri dari kondisi cair menjadi padat yang memakan waktu yang berbeda-beda.

4. Edward Zuess (1884)

Mengemukakan tentang teori laurasia-gondwana untuk pertama kalinya. Teori ini menyatakan bahwa dahulu awalnya bumi itu hanya terdiri dari dua benua yang sangat besar, yaitu gondwana di sekitar kutub selatan bumi dan laurasia di sekitar kutub utara bumi. Keduanya kemudian pecah karena adanya pergerakan secara perlahan kea rah equator bumi, dan akhirnya terpecah hingga ke posisi sekarang ini dan membentuk Asia, Eropa, dan Amerika, hasil dari pecahan laurasia. Sedangkan hasil pecahan Gondwana adalah Afrika, Australia, dan Amerika Serikat.

5. Alferd Wegener (1912)

Ia menyatakan bahwa pada awalnya di bumi hanya ada satu benua maha besar yang disebut Pangea. Menurutnya benua tersebut kemudian terpecah-pecah dan terus bergerak melalui dasar laut. Gerakan rotasi bumi yang sentripugal, mengakibatkan pecahan benua tersebut bergerak ke arah barat menuju equator. Teori ini didukung oleh bukti-bukti berupa kesamaan garis pantai Afrika bagian barat dengan Amerika Selatan bagian timur, serta adanya kesamaan batuan dan fosil pada kedua daerah tersebut.

6. Arthur Holmes dan Harry H. Hess (1928)
Arthur Holmes dan Harry H. Hess mengemukakan tentang teori konveksi, menurut mereka terjadi arus konveksi yang terjadi di dalam bumi yang masih panas dan berpijar, arus konveksi ini mengarah ke lapisan kulit bumi yang berada diatasnya, sehingga arus tersebut membawa material (lava) dari lapisan bawah sampai ke atas dan kemudian membeku dan membentuk lapisan baru dan menggeser lapisan kulit bumi yang lebih tua. Teori ini menjelaskan tentang penyebab bagaimana benua itu dapat bergerak yang pada teori-teori sebelumnya belum dapat menjelaskannya.


7. Tozo Wilso (1968)
Teori lempeng tektonik yang dikemukakan oleh Tozo Wilso menyatakan bahwa pada teori ini, kulit bumi atau litosfer terdiri atas beberapa lempeng tektonik yang berada di atas lapisan astenosfer, Lempeng-lempeng tektonik pembentuk kulit bumi selalu bergerak karena pengaruh arus konveksi yang terjadi pada lapisan astenosfer yang berada di bawah lempeng tektonik kulit bumi. Teori lempeng tektonik banyak didukung oleh fakta ilmiah, terutama dari data penelitian geologi, geologi kelautan, kemagnetan purba, kegempaan, pendugaan paleontologi, dan pemboran laut dalam. Lahirnya teori lempeng tektonik sebenarnya merupakan jalinan dari berbagai konsep dan teori lama seperti Teori Apungan Benua, Teori Arus Konveksi, Teori Pemekaran Lantai samudera, dan Teori Sesar Mendatar, sebagaimana telah dijelaskan pada teori-teori di atas.


 8. Spyros B. Pavlides (1989)
Menyatakan bahwa Teori Neotectonics adalah studi peristiwa tektonik muda yang telah terjadi atau masih terjadi di suatu wilayah tertentu setelah orogeny atau setelah set-up tektonik yang signifikan yang terakhir, peristiwa tektonik yang baru-baru ini cukup memungkinkan untuk analisis rinci dengan metode yang berbeda dan spesifik, sedangkan hasil mereka secara langsung kompatibel dengan pengamatan seismologi " pendekatan ini telah diterima oleh banyak peneliti. Di University of Nevada, Reno Pusat Studi neotektonik,  neotectonics didefinisikan sebagai "studi tentang gerakan geologis dari kerak bumi, terutama yang dihasilkan oleh gempa bumi, dengan tujuan memahami fisika dari terulang kembalinya gempa, pertumbuhan pegunungan, dan resiko gempa yang terkandung dalam proses ini. "
 
Baca Selengkapnya...

Minggu, 02 Februari 2014

Filtering Dalam Pengolahan Sinyal

Dalam pengolahan sinyal pada umumnya dilakukan penyaringan (filtering) dimaksudkan untuk memperkuat suatu fitur tertentu yg diinginkan dan menghapuskan atau melemahkan fitur lain yg tidak diinginkan. Filter yang digunakan untuk menghapuskan bagian-bagian sinyal pada rentang frekuensi tertentu dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) jenis yaitu : 

      1. High pass (low cut)
          High pass filter (Penyaring lolos atas) yaitu : menghapuskan komponen-komponen sinyal dengan frekuensi < f1.

      2. Low pass (high cut)
        Low pass filter (Penyaring lolos bawah) yaitu : menghapuskan komponen-komponen sinyal dengan frekuensi > f2.

      3. Band pass.  
          Band pass filter (Penyaring lolos tengah): menghapuskan komponen-komponen sinyal dengan frekuensi < f1 dan frekuensi > f2. 

Frekuensi f1 dan f2 disebut frekuensi pojok (corner frequency) yang didefiniskan sebagai titik tempat amplitudo sinyal tersaring berkurang menjadi 0,7 × amplitudo sinyal sebelum tersaring.   
  



Dalam diagram log-log, filter biasanya dinyatakan sebagai segmen garis lurus. Rasio amplitudo output terhadap input disebut gain dan sering dinyatakan dalam desibel (dB).

                                           dB = 20log (gain)

Ketajaman filter dinyatakan dengan kemiringan (slope) n atau sering juga dinyatakan dg jumlah kutub (pole) filter tersebut. Dalam pengolahan sinyal, kemiringan n biasanya bernilai 1 hingga 8, utamanya 4. Ketajaman filter kadang2 juga dinyatakan sbg laju peluruhan amplitudo dlm dB/oktav.






Baca Selengkapnya...